Monday, January 25, 2016

Wahai Anakku Tidak Apa-Apa Ya Kita Sedikit Berbeda!

Kiki Barkiah
Tokoh Parenting  Inspiratif
Berani Berkarya dalam Perbedaan untuk Perubahan

Hidup memang pilihan, dan setiap pilihan memuat konsekuensi tersendiri. Terkadang sebagai orangtua, saya memilih harus menjadi berbeda dengan pilihan kebanyakan orang, terutama dalam memilih semua hal yang berkontribusi dalam membangun pola pikir dan pola sikap anak-anak.
(Kiki Barkiah, 5 Guru Kecilku, Hlm 75)

            Pertama kali saya membaca tulisan itu di laman media sosial, dibagikan oleh beberapa orang teman di beranda mereka, lebih dari setahun yang lalu. Tulisan yang sungguh membuat saya merasa bahwa saya tidaklah sendiri menjadi seorang ibu yang menerapkan pola asuh berbeda dari kebanyakan ibu—baik itu teman maupun kerabat yang saya kenal.

            Seringkali Gaza (6th), putera sulung saya bertanya,
            “Kenapa sih gak boleh nonton film kartun X? Teman-teman aku pada nonton, sama bundanya boleh, cuma aku yang gak boleh. Padahal itu kan film kartun, film nya anak-anak.”
            Atau,
            “Ampun Bun, masa main HP baru sebentar aja udah diminta lagi. Padahal kan lagi seru-serunya. Bunda mah pelit! Teman-teman aku boleh main HP berjam-jam sama ibunya.”
            Lain waktu,
            “Ini hari Minggu, Bun. Libur! Masa tetap harus mandi pagi baru boleh main? Teman-teman juga belum pada mandi kalau main. Malah banyak yang baru bangun tidur boleh langsung sepedahan. Gaza udah bangun dari subuh, udah solat, tetap gak boleh!”

            …dan masih banyak protes lainnya terkait aturan yang saya terapkan baginya mulai dari makanan apa saja yang boleh dikonsumsi hingga aturan jam tidur, yang jika dilanggar akan menuai konsekuensi berkurangnya jam main bersama teman. Hingga akhirnya saya pun mendapat predikat sebagai ‘Bunda yang paling banyak aturan sedunia’ dari sang buah hati tercinta.

            Menyandang ‘predikat’ demikian sejak si sulung berusia sekitar empat tahun kadang membuat saya berpikir, apa jangan-jangan saya ini berlebihan ya? Over protective kalau menurut salah seorang kerabat saya. Karena katanya, biarkan saja anak-anak itu jangan terlalu banyak aturan, nanti sekalinya keluar malah kaya kuda liar. Tidak hanya kerabat yang tinggal berjauhan, kadang peraturan yang saya terapkan pun dilanggat oleh orang terdekat seperti orangtua dan suami, atas nama kasihan pada anak yang masih kecil. Padahal menurut hemat saya, kalau mau membiasakan sesuatu justru harus sejak dini, agar terbiasa kelak.

            Di tengah rasa galau itu, saya membaca tulisan karya Kiki Barkiah berjudul “Wahai Aanakku Tidak Apa-Apa Ya Kita Sedikit Berbeda”. Di situ Kiki bercerita mengenai puteranya Ali—yang saat itu berusia 10 tahun, yang menjalani pola hidup berbeda dengan teman-teman sebayanya saat mereka tinggal di Amerika. Contohnya adalah saat Ali merasa ‘gak nyambung’ mendengar pembicaraan teman-teman \ yang bercerita tentang games-games populer di kalangan mereka. Disitu diceritakan bahwa Kiki—sang penulis artikel, tidak mengizinkan puteranya berkenalan dengan games semacam itu. Sebagai gantinya, Ali difasilitasi beberapa games edukatif seperti lego desainer, visual programming untuk anak-anak atau membuat program untuk Lego Robotic. Tak hanya urusan games, Ali bahkan berbeda dengan teman-teman seusianya untuk urusan tontonan, aktifitas harian dan jenis buku yang dibaca. Keluarga mereka bahkan sudah sanggup meniadakan televisi di rumah.

            Wow, sepertinya ibu ini bahkan memiliki derajat perbedaan yang lebih tinggi levelnya dari saya, pikir saya kala itu. Bagaimana tidak, kondisi mereka saat itu tinggal di Amerika, lho! Memilih untuk menjadi berbeda dalam hal-hal yang terkait dengan aktifitas rutin di negara lain, pastinya bukan hal yang mudah. Ada lebih banyak tantangan yang harus dihadapi mulai dari adaptasi, sosialisasi sampai tak adanya teman untuk sama-sama menjalani kehidupan yang ‘sedikit berbeda’.

            Lalu saya pun mulai kepo. Saya telusuri akun media sosial sang penulis. Di sana ada banyak tulisan lainnya mengenai pengalaman beliau mengasuh kelima anaknya di negeri Paman Sam tanpa asisten rumah tangga. Apa, lima? Oh ya ampun, saya saja yang baru dua rasanya seringkali pusing tujuh keliling. Ini lima! Lainnya, beliau juga menjadi guru homeschooling bagi anak-anaknya. Fakta ini membuat saya semakin penasaran dengan sosoknya. Kiki Barkiah pasti bukan ibu biasa. Itu kesimpulan pertama saya. Kesimpulan yang membuat saya selalu kangen dan menantikan tulisan-tulisan selanjutnya sambil terus browsing, siapa sih perempuan ini? Psikolog kah? Atau Ustadzah?

            Tulisan-tulisan Teh Kiki—belakangan saya tahu demikian ia biasa disapa oleh follower-nya yang berjumlah puluhan ribu itu, semakin disimak semakin membuat saya merasa lebih baik dalam menjalani peran sebagai seorang ibu. Dalam artikel atau puisi bertema parenting yang rutin ditulisnya paling tidak seminggu sekali itu, beliau begitu bijak, sabar dan telaten dalam mengasuh kelima buah hatinya. Ada tulisan yang membuat saya merasa memiliki ‘teman senasib’, ada juga tulisan yang memberi teguran pada saya, terutama topik tentang kesabaran. Sesuatu yang rasanya saya miliki dalam porsi sedikit. Lainnya, membuat saya lebih banyak bersyukur. Setiap topik selalu dibahas dengan cara yang mengasyikkan, tak ada kesan menggurui, bahkan jika ia menyelipkan kutipan ayat suci Al Qur’an atau Hadist sekalipun. Ah Teh Kiki, aku padamu!

            Allah memang Maha Tahu isi hati hamba-Nya. Suatu hari saya ‘dipertemukan’ dengan Kiki Barkiah. Menurut seorang teman, dia berniat mengundang saya untuk menjadi narasumber dalam sebuah program radio online yang diasuhnya, terkait buku parenting yang saya tulis. Ah, saya akan diwawancarai oleh perempuan hebat ini? Terasa sebagai sebuah kehormatan bagi saya.

            Selepas program tersebut, saya beberapa kali kontak lagi dengan Teh Kiki. Tak jarang kami berdiskusi meski hanya melalui messenger. Diskusi dengan beliau selalu hangat dan menyenangkan. Di usianya yang lebih muda sekitar dua tahun dari saya, beliau tampak lebih dewasa dan matang cara berpikirnya. Kiki Barkiah seorang ibu yang cerdas. Meski berlatar belakang sarjana Teknik Elektro, namun wawasan yang tertuang dalam tulisan-tulisannya, membuat saya merasa bahwa ia sudah layak disebut ‘Ustadzah’ atau ‘Pakar Parenting’.

            Waktu berlalu sampai akhirnya Teh Kiki mengabari bahwa karena satu dan lain hal, beliau akan pulang ke Indonesia. Kami saat itu banyak berdiskusi mengenai penulisan buku. Katanya, beliau berniat membukukan tulisan-tulisan yang selama ini memenuhi dinding akun media sosialnya. Saya menyambut baik kabar tersebut. Pasti akan sagat keren kalau tulisannya selama ini jadi buku.

            “Nanti saya beli, tapi ditandatangani ya?” pinta saya padanya saat itu. Teh Kiki hanya berujar, InsyaaAllah.

            Setelah beberapa bulan, buku karya perempuan jebolan ITB ini akhirnya launching. Tak hanya mendapat buku bertandatangan, tapi saya juga berkesempatan menjadi salah seorang yang dipilih untuk menjadi endorser buku tersebut. Dan seperti sudah saya duga sebelumnya, buku karyanya yang diberi judul 5 Guru Kecilku mendapat sambutan luar biasa. Laris sebanyak 15.000 eksemplar di hari pertama terbit! Sungguh suatu prestasi luar biasa untuk sebuah buku perdana. Tak hanya jumlah eksemplar yang patut diapresiasi, namun juga keberaniannya untuk menerbitkan buku tersebut di bawah bendera penerbitan yang dirintisnya bersama suami dan saudaranya. Tidak bisa dipungkiri, Teh Kiki memang layak mendapatkannya. Tulisan-tulisannya sungguh luar biasa, dikemas dalam kalimat sederhana namun sarat makna. Menembus hati para ibu di seluruh dunia, membuat kami—para ibu, merasa dipahami dan dicintai. Tulisan Kiki Barkiah bahkan mampu menembus dinding ‘momwar’. Ya, saat Teh Kiki akhirnya menulis topik yang sedang menjadi perdebatan para ibu di dunia maya, tulisannya tetap menyejukkan, nyaris tak ada pro kontra, bahkan mendamaikan.

            Ah, tak akan habis rasanya jika harus membahas sosok satu ini. Kiki Barkiah merupakan tokoh Ibu Inspiratif yang meski sudah jadi ibu dengan jadwal talkshow sangat padat, namun tetap rendah hati. Tampak dalam salah satu tulisannya tak lama setelah buku ‘5 Guru Kecilku’ beredar. Saya lupa redaksi kalimat persisnya, namun kurang lebih menggambarkan bahwa ia tak terbiasa dengan rutinitas menandatangani buku atau ‘Jumpa Fans’. Teh Kiki masih menunjukkan sosok yang sama seperti sebelumnya—saat ia masih seorang ibu rumahtangga ‘biasa’ yang sibuk dengan rutinitasnya mendidik anak-anak dan mengerjakan pekerjaan rumahtangga.

            Kiki Barkiah, tak berlebihan kiranya jika saya menyebutnya sebagai tokoh yang ‘Produktif Berkarya untuk Perubahan dalam Perbedaan’. Sebagai seorang ibu, beliau sungguh paham bagaimana menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Situasi sulit yang dialaminya di negeri orang tidak membuatnya permisif dan terbawa arus. Beliau tetap mempertahankan jati diri sebagai seorang muslimah yang memiliki aturan-aturan yang harus ditegakkan. Tak hanya untuk keluarganya sendiri, ajaran yang diterapkan beliau juga menjadi referensi bagi banyak ibu di dunia melalui produktivitas serta konsistensinya menulis di dunia maya. 

Perbedaan bagi beliau bukanlah suatu hal yang harus disamakan. Seperti diungkapkannya berikut,

…Berbeda tidak berarti terasing, karena kita masih bisa tetap bersama untuk beberapa hal yang sama-sama kita sepakati. Berdamailah dengan perbedaan, dan bersatulah dalam persamaan. Meski terkadang kita menemui kondisi dimana kita harus tegas berkata “Hidupku adalah hidupku dan hidupmu adalah hidupmu” dan kelak kita akan sama-sama mempertanggungjawabkannya.

(Kiki Barkiah, 5 Guru Kecilku, hlm 81)



Saturday, November 14, 2015

Belanja Gampang Cuma Modal Jari di Bukalapak



Saat Belanja Konvensional Terasa Ribet

“Haduuh itu tukang kain, udah maksain ujan-ujan ke tokonya. Eh tutup. Padahal butuh untuk jahit seragam pengajian buat dipake minggu depan. Bukan cuma tukang kain, tukang kancing juga sama. Pas kesitu katanya lagi solat sebentar. Ditungguin setengah jam, baru buka. Eh taunya stok kancing yang dibutuhkan abis.”

Begitu keluhan Mamam—ibu saya. Keluhan yang hampir setiap saya berlibur di rumahnya, nyaris selalu terdengar, meski beda objek. Kadang yang dikeluhkan tukang kain (seperti cerita di atas), lain waktu tukang bibit tanaman atau tukang pakan ayam. Toko atau kios yang tutup sebetulnya bukan satu-satunya pemicu beliau mengeluh, namun faktor penyerta macam hujan, becek, nggak ada ojek (eh :D  ) atau angkot mogok, bisa banget membuat nihilnya hasil yang diperoleh dari belanja, bikin makin mengesalkan.

Sounds familiar? Membutuhkan beberapa barang, tapi pas didatangi tokonya ternyata tutup atau stok barang habis?

“Kenapa Mamam nggak belanja online aja?” usul saya kala itu.
“Eh, online? Timbang beli kain? Emang ada kain dijual di internet?” Ibu saya bertanya balik. 
“Ya ada lah. Gak cuma kain, bahkan mesin jahit pun bisa kita beli online.”
“Ya kalo mesin jahit mah wajar, gede. Mamam pikir yang dijual online itu cuma kaya rumah, tanah, mobil atau barang elektronik.”
“Semua barang ada, Mam. Barang yang tampak sepele macem jarum pentul aja ada.”
“Wah, canggih juga. Kalo belanjanya Cuma beberapa bela ribu boleh? Bayarnya gimana?”
“Boleh, tetap transfer via atm atau SMS Banking, Mam.”
“Kalo ditipu, barangnya nggak dikirim-kirim, nanti mau complain kemana?”
“Ya kalo gitu, mesti selektif pilih tempat belanjanya. Pilih online shop yang udah punya nama, testimoni yang positif serta sistem keamanan pembayaran yang aman.”
“Sedikit-sedikit atuh ngomongnya. Mamam kan udah tua, susah ngertinya kalau kecepetan.” Protes Mamam. 



Tampaknya beliau mulai tertarik, nih. Baiklah, saatnya transfer ilmu. Anda punya masalah serupa dengan Ibu saya? Jika Ya, mari simak tulisan ini sampai selesai. 

Saya pun meraih Smartphone, lalu menunjukkannya pada Ibu saya.
“Lihat Mam, dengan satu benda ini, sekarang kita kalo mau belanja gak perlu pake ribet. Cuma modal jari, klik ini, klik itu, Insyaa Allah urusan belanja berbagai kebutuhan udah bisa dipenuhi meski kita sambil duduk manis ngopi-ngopi di rumah. Tanpa ongkos angkot, ojek atau bensin. Gak keujanan, gak kepanasan, gak sibuk antri di kasir”

Saya pun menunjukkan aplikasi Bukalapak pada Mamam. Ini adalah aplikasi gratis yang dimiliki oleh Bukalapak, salah satu portal belanja online terbesar dan terlengkap di Indonesia. Ada banyak penjual dari seluruh nusantara—bahkan mancanegara, yang menjual barang dagangannya di situ. Barang yang dijual pun beragam, mulai dari mainan anak, makanan, gadget, buku, perlengkapan rumahtangga  sampai kendaraan ada.

Kenapa harus Bukalapak? Tenang, nanti saya jelasin satu-satu.

“Misalnya nih ya, Mamam mau cari kain. Tinggal klik ‘kain’ lalu ‘search’.”
Dengan cepat muncul lah beberapa nama toko yang menjual kain plus foto-foto dagangan mereka lengkap dengan harganya. Dari kain spreI, jersey (yang biasa dibuat kerudung atau gamis), kain sarung sampai kain etnik ada di Bukalapak.
“Eh, harganya sama dengan yang biasa Mamam beli di toko kain! Yang itu malah lebih murah kayanya.” ucap Ibu saya.

Yup, ada keuntungan tersendiri untuk kita yang sudah terbiasa berbelanja secara konvensional baik di toko atau pasar tradisional. Kita jadi tahu harga pasaran sebuah barang saat mencarinya di dunia maya. Namun jika tida terbiasa pun tak usah berkecil hati. Barang serupa yang ditawarkan kan banyak, nah kita tinggal membandingkan satu sama lain untuk mengetahui harga pasarannya. 

Mamam lalu meminjam smartphone saya, mencoba melihat-lihat foto kain-kain yang tersedia. Sementara ibu saya menentukan barang yang akan dibeli, yuk kita ngobrol-ngobrol tentang jual beli online yang sedang trend saat ini.


Belanja Online VS Belanja Konvensional

Praktis, hemat waktu dan tenaga serta terhindar dari kecenderungan ‘window shopping’ dan jajan-jajan. Begitu alasan teman-teman dan saudara sewaktu saya menanyakan kenapa sih sebagian besar dari mereka saat ini lebih suka belanja online ketimbang belanja secara konvensional.

“Belum kalau weekend atau tanggal muda. Selain macet, cari parkiran juga susah. Mal atau toko yang mestinya adem karena pakai AC, udah nggak berasa lagi saking padatnya pengunjung.” begitu kata kakak sepupu saya.

“Makin ribet kalau bawa anak-anak. Yang minta jajan lah, main di playground mal, mau pipis atau ngantuk.” demikian sahabat saya menambahkan.

Bener banget! 
Berangkat dari beragam keluhan itu, maka bermunculan lah beragam toko online saat ini. Para produsen, agen, distributor dan reseller tahu persis bahwa tingkat kesibukan masyarakat terutama yang tinggal di kota besar sangat tinggi. Mereka—para pedagang online berupaya memperpendek perjalanan belanja kita—para customer.


Jual beli online rentan penipuan, lho!

Seperti halnya perdagangan konvensional, perdagangan online pun tak luput dari oknum pedagang nakal. Mereka—para oknum ini, memanfaatkan situasi dan kondisi dimana ia dan customer tak bertatap muka langsung, sehingga bisa saja mereka membuat akun atau toko online fiktif. Setelah customer mentransfer sejumlah uang, lalu mereka pun kabur. 

Lalu bagaimana cara mengatasinya?

Ingin tetap belanja online dengan aman? Seperti sudah saya bilang sebelumnya, cari lah online shop yang terpercaya. Jika belanja di perorangan agak meragukan< maka cari lah portal belanja online. Ya, semacam mal tapi online. Ada banyak di Indonesia saat ini. Kita dituntut untuk selektif memilih yang terpercaya. 

Paling recommended adalah Bukalapak. Ini adalah salah satu portal online terbesar di Indonesia. Reputasinya baik, dikarenakan sistem pembayaran yang terorganisir dengan baik. Di sini kita bisa terhindar dari ulah curang para oknum pedagang online. 

Proses 'perjalanan' Uang Customer di Bukalapak:
- Saat kita ingin membeli sesuatu, uang yang ditransfer tidak langsung ke rekening pedagang tapi melalui akun bank milik PT. Bukalapak
- Bukalapak lalu menyampaikan pesanan kita pada pedagang. Di situ pedagang bisa memutuskan untuk menerima atau menolak pesanan. Pesanan diterima jika barang yang dipesan ada, atau ditolak jika ternyata sudah habis atau ada tapi tak sesuai dengan spesifikasi yang customer inginkan (misalnya kalau untuk pakaian, sisa warna atau ukuran yang tersedia sudah habis).



- Jika ditolak maka Bukalapak akan mengembalikan uang yang sudah ditransfer oleh customer secara utuh—tanpa ada potongan apapun dalam waktu maksimal 24 jam. Sementara jika diterima, maka proses selanjutnya adalah pedagang diharuskan mengupload nomor resi ekspedisi, menandakan barang yang dipesan sudah dikirim. 
- Setelah itu pun, uang tidak serta-merta dikirim, namun masih harus menunggu barang diterima customer. Jika barang sudah diterima, akan dibuktikan oleh laporan no resi yang otomatis masuk ke dalam sistem. 
- Jika dalam beberapa hari tak ada keterangan, misalnya customer tidak mengajukan klaim terkait barang pesanannya, maka barulah pihak Bukalapak mentransfer sejumlah uang sesuai harga dan ongkos kirim kepada pedagang.

Sangat aman, bukan? Customer tidak perlu khawatir barang tak sampai, uang dibawa kabur atau kualitas barang yang cacat/palsu.


Belanja via Aplikasi Bukalapak, Lebih Cepat dan Hemat

Berbelanja online di web saja sudah demikian mudah, tinggal klik sana sini, lalu selesai. Kini ada cara yang lebih praktis lagi yaitu dengan menggunakan aplikasi. Pemakaian aplikasi ini selain lebih praktis, juga bisa lebih cepat dan hemat dibandingkan jika kita membuka website yang—bisa jadi memiliki begitu banyak gambar dengan resolusi besar.


Ingin lebih cepat lagi? Begitu membuka aplikasi, langsung search barang yang dibutuhkan lalu fokus. Hindarkan mata dari godaan melihat barang-barang lain yang ditampilkan di ‘etalase’ depan. Seperti halnya mal konvensional, portal belanja online juga memiliki items unggulan yang diberi label discount atau barang baru yang lagi promo. Hindari melihat bagian tersebut, kecuali jika kita memang tengah memiliki waktu luang atau budget lebih.


Miliki SMS/Internet Banking

Belanja online akan lebih mudah jika kita memiliki fasilitas internet atau SMS Banking. Dengan fasilitas ini, kita tak perlu lagi pergi ke ATM untuk membayar belanjaan. Membayar secara online jauh lebih mudah dan cepat ketimbang pergi ke ATM. Apalagi jika online shop yang dituju memiliki akun bank yang sama, kita tak akan dikenai biaya administrasi saat transfer. 

Nah Bukalapak, seperti yang sudah saya ceritakan di awal, memiliki banyak no rekening yang bisa disesuaikan dengan rekening bank yang kita miliki. 

Kalau sudah begini, maka ‘Belanja-Gampang-Cuma-Modal-Jari’ bukan lagi sekedar jargon, tapi sudah bisa dipraktekkan dan dibuktikan. So easy, so simple!


Pengalaman Belanja Pakai Aplikasi Bukalapak

Mengingat kesibukan harian sebagai ibu rumahtangga sekaligus penulis dengan dua putera yang masih kecil, berbelanja di toko atau pasar tradisional bukanlah hal mudah bagi saya. Sederhana saja, jika orang lain bisa dengan mudah berbelanja di mal dengan tinggal melenggang pergi, saya harus menyiapkan segala keperluan anak-anak sebelum pergi seperti membawa makanan, minuman, diaper sampai baju ganti. Oh belum hal yang umum macam payung dan dompet (lengkap berisi KTP, ATM, uang dll). Itu saja sudah cukup memakan waktu. Belum kalau ternyata pas mau pergi, eh turun hujan. Oke abaikan hujan, saya bisa saja tetap pergi pakai taksi misalnya. Tapi seandainya ternyata barang yang saya butuhkan tidak ada alias habis stok, tentu akan sangat mengesalkan. Seperti yang terjadi pada Ibu saya.

Maka dari itu, ata saran seorang teman, saya lalu mencoba memakai aplikasi Bukalapak.
Tinggal klik…klik…klik… Saya sudah bisa mendapatkan beragam barang yang diperlukan. Mulai dari whiteboard untuk sarana belajar si sulung, puzzle untuk adiknya, bubble wrap untuk mengemas barang dagangan, dispenser lakban untuk mempercepat proses packing barang dagangan serta sambal kemasan homemade.





Dan taraaa…
Email tagihan pun bermunculan. Satu persatu saya cek.
- Barang…Tersedia
- Harga…Oke, sudah diberi kode unik di akhir nominal yang harus dibayarkan. Kode unik ini berfungsi untuk mempermudah pihak Bukalapak dalam mengecek uang transferan yang masuk. Tanpa kode unik ini, tentu sulit untuk melacak jejak ratusan barang yang dibayar setiap harinya, dari banyak akun bank pula!
- Selanjutnya saya bayar menggunakan fasilitas internet banking. Setelah berhasil, tinggal konfirmasi deh. Mengonfirmasinya pun mudah, tinggal klik link yang ada di bagian akhir email konfirmasi pembelian barang.
- Sudah konfirmasi? Anda akan mendapatkan email balasan yang menyatakan bahwa uang yang ditransfer sudah diterima oleh Bukalapak. Selanjutnya tinggal duduk manis di rumah menunggu barang dikirim, deh.

Segampang itu? Ah pasti ada S & K alias syarat dan ketentuan yang berlaku!

Tentu saja ada, syaratnya satu, pastikan dana di ATM Anda mencukupi untuk membayar barang-barang yang dibeli. Itu saja. Mudah kan? Hehehe.. 

Oya satu lagi, biasanya pembeli online suka malas dengan biaya ongkir atau ongkos kirim. Suka mahal tuh ongkirnya.

Hey dear, coba deh sesekali kalo bikin shopping list, itu ongkos taksi, angkot, ojek, bis, atau kalo pake kendaraan pribadi, tariff parkir, bensin dan tol juga dihitung. Belum kalau rumahnya di dekat rel kereta api atau putar balik yang cukup padat, pasti harus ada budget—meski itu Cuma seribu, untuk bayar penjaga portal kereta atau jalur putar balik, kan? Belum kalao haus, mendadak jajan, minimal beli minuman botol. Nah, coba bandingkan dengan ongkir yang harus dikeluarkan jika membeli barang secara online. Kalau mau menekan ongkir, salah satu yang saya sarankan adalah belilah barang dari pedagang yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal kita.

Jadi, demikianlah tips belanja online super gampang dan efektif ala saya. Tunggu apa lagi? Ayo segeraa menuju Bukalapak!


Tuesday, November 10, 2015

Tentang Bullying: Penyebab, Akibat Serta Cara Mencegah dan Mengatasi



Beberapa waktu yang lalu seorang teman bercerita pada saya, bahwa puteranya (Sebut saja Rio, laki-laki 6 tahun), kerapkali mengadukan perilaku temannya yang suka menyakitinya. Menurut Rio, teman yang dikenalnya di sebuah tempat kursus bela diri itu suka memukulnya. Tak hanya ia yang menjadi korban, beberapa temanya yang lain pun sudah ada yang menjadi korban. Sontak teman saya kesal mendengar pengaduan puteranya. Ia pun memutuskan untuk menemui pelatih dan mengadukan perilaku pemukulan tersebut. Sang pelatih berjanji akan memroses kejadian tersebut. Seminggu berlalu, Rio tak pernah lagi mengadukan perilaku yang sama pada ibunya. Baru hendak bernapas lega karena berpikir bahwa tak lagi ada masalah, tiba-tiba Rio mengeluh sakit saat sang ibu memberinya 'pelukan selamat malam'. Awalnya Rio tidak mau bicara mengenai penyebab rasa sakitnya. Namun setelah dibujuk, plus dibuka piyamanya dimana tampak lebam merah di punggungnya, ia pun mengaku bahwa ia kembali dipukul oleh temannya. 

"Kali ini lebih keras, katanya itu hukuman karena aku suka ngaduin dia pada Pak Pelatih." begitu ucap Rio pelan--seperti diungkapkan oleh teman saya.


Definisi dan Kategori Bullying

Bullying... Bullying... Bullying...


Apa sih sebetulnya yang dimaksud dengan Bullying? Mengapa rasanya kata tersebut terasa makin marak terdengar belakangan ini--baik itu di media cetak, televisi bahkan media sosial? Bahkan tak lagi sekedar isyu hangat di media, di sekitar kita pun sepertinya kasus bullying tak lagi merupakan hal yang asing. Nyaris setiap hari ada cerita bullying yang menimpa anak kerabat, tetangga, murid atau sekedar cerita dari kampung sebelah yang marak diceritakan kembali dari mulut ke mulut.


Atau jangan-jangan, kasus ini pernah menimpa buah hati kita sendiri?


Sebelum bicara lebih jauh mengenai hal ini, yuk kita kenali dan pahami mengenai 'bullying' ini.

Dalam sebuah jurnal disebutkan bahwa Bullying adalah bentuk_bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis maupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih 'lemah' oleh seseorang atapun sekelompok orang. Pelaku Bully mempersepsi dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Sebaliknya, korban mempersepsikan diri sebagai pihak yang lemah, tak berdaya dan selalu merasa terancam. (Jurnal Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying, Djuwita 2005:8) --> Sumber dari sini

Dalam jurnal yang sama, Bullying dibagi dalam 5 kategori sebagai berikut:
1. Kontak Fisik Langsung (memukul, mendorong, menjambak, menggigit, menendang, mencubit, mencakar, mengunci seseorang dalam ruangan, juga memeras dan merusak barang-barang milik orang lain)
2. Kontak Verbal Langsung (mengancam< mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan/julukan, sarkasme, merendahkan, mencela< mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip)
3. Perilaku Non Verbal Langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek atau mengancam)
4. Perilaku Non Verbal Tidak Langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjai retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirim surat kaleng)
5. Pelecehan Seksual (kadang dikategorikan sebagai perilaku agresif fisik atau verbal)


Penyebab Bullying

Memandang dengan sinis, mengejek, mengancam, memukul, mendorong, menjambak, hingga melakukan pelecehan seksual... Itu semua bisa dikategorikan sebagai tindakan Bullying alias bentuk-bentuk perilaku kekerasan. Dua dekade yang lalu, sebutlah saat saya (penulis) masih duduk di bangku Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar, bullying belum terlalu marak. Kekerasan semacam ini paling tidaknya 'hanya' terjadi di sekolah_sekolah lanjutan. 

"Anak-anak TK dan SD dulu mah paling cuma berantem sebentar, ledek-ledekan atau rebutan mainan, trus abis itu musuhan beberapa jam, udah deh baikan lagi. Kenapa ya sekarang, kok sampai ada berita anak SD pukul-pukulan bahkan sampai jatuh korban?" begitu tanya ibu saya.

Ya, faktanya Bullying kian hari memang kian marak. Apa sebetulnya yang melatarbelakanginya?

Mengutip dari www.psychologymania.com, ada banyak faktor yang ditengarai menjadi penyebab terjadinya perilaku bullying. Quiroz dkk (2006; dalam Anesty, 2009) mengemukakan sedikitnya terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan perilaku bullying, sebagai berikut:

1. Hubungan keluarga
Seperti apa pola perilaku dan nilai yang dianut oleh sebuah keluarga? Apakah perilaku yang sopan saling menghargai, menghormati dan memahami satu dengan lainnya, atau perilaku suka memaki, membanding=bandingkan serta kekerasan jika tidak memperoleh apa yang diinginkan?
Nah, seperti itulah nilai yang tertanam dalam benak anak-anak dan diberlakukan menjadi nilai yang dianutnya dan diekspresikannya, baik itu di dalam maupun di luar rumah (bisa keduanya atau bahkan di salah satu lingkungan saja). Anak yang terbiasa diperlakukan kasar, tidak didengar pendapatnya atau diabaikan, akan berpikir bahwa memang demikian lah pola perilaku yang baik dan benar. Maka ia akan menirunya untuk dipraktekkan pada teman atau bahkan pada orangtuanya langsung.
2. Teman sebaya
Berkenaan dengan faktor teman sebaya dan lingkungan sosial, terdapat beberapa penyebab pelaku bullying melakukan tindakan bullying sebagai berikut:
Kecemasan dan perasaan inferior dari seorang pelaku (berdasarkan obrolan dengan seorang guru SD yang beberapa kali menangani pelaku 'Bullying', hampir seluruh pelaku bullying perasaannya hampa. Dalam artian dia relatif kurang memahami emosi yang ada dalam diri dan sulit untuk mengekspresikannya karena tidak terbiasa diajarkan di rumah)
Persaingan yang tidak realistis
Perasaan dendam yang muncul karena permusuhan atau juga karena pelaku bullying pernah menjadi korban bullying sebelumnya
Ketidak mampuan menangani emosi secara positif (Rahma, 2008:47).-->Ini terkait dengan poin 1 yang sudah saya jabarkan sebelumnya.
3. Pengaruh media
Survey yang dilakukan kompas (Saripah, 2006) memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya (43%).

Mari kita cermati 64% Gerak dan 43% Kata-kata! Ya< bukankah memang 'keahlian' anak-anak adalah meniru?
Fakta tersebut sangat gamblang menjelaskan pada kita sebagai orangtua ataupun pendidik, mengenai hal yang melatarbelakangi kasus yang marak beberapa waktu lalu tentang anak yang tewas di tangan temannya akibat meniru sinetron laga di televisi.

Yayasan Sejiwa (2007)--dalam www.psychologymania.com merangkum beberapa pendapat orang tua tentang alasan anak-anak menjadi pelaku bullying, di antaranya:

1. Karena mereka pernah menjadi korban bullying
2. Ingin menunjukkan eksistensi diri
3. Ingin diakui
4. Pengaruh tayangan TV yang negatif
5. Senioritas
6. Menutupi kekurangan diri
7. Mencari perhatian
8. Balas dendam
9. Iseng
10. Sering mendapat perlakuan kasar dari pihak lain
11. Ingin terkenal
12. Ikut-ikutan.

Dari ke-12 poin tersebut, tampak jelas bahwa perilaku bullying dipicu oleh perilaku negatif yang didapatkan oleh anak dari pihak lain terhadap dirinya. Belum pernah ada sepertinya kasus Bullying yang terjadi karena perilaku baik yang biasa diterima dari lingkungan (misal sikap menyayangi, menghargai, menghormati).


Akibat Bullying

Perilaku tak baik tentu akan berakibat tak baik pula. Akibat Bullying bisa bervariasi, mulai dari hal yang tergolong 'ringan' semacam gangguan makan karena adanya kecemasan yang belum diselesaikan sampai yang terberat yaitu keinginan untuk bunuh diri.

Mengutip dari berbagai sumber, berikut beberapa akibat yang bisa muncul dari anak yang sudah pernah mengalami di-bully:
Anak menjadi gelisah, sulit tidur, mengalami gangguan makan (bukan karena sebab fisik seperti sariawan atau gangguan mengunyah-menelan), mendadak malas/takut ke sekolah tanpa alasan yang jelas (ini terjadi jika pelaku Bullying ada di sekolah), mengigau kala tidur, trauma, mudah terkejut karena bunyi tertentu, stres, depresi, sering menyendiri bahkan hingga muncul keinginan bunuh diri.

Mengenai trauma, orangtua atau guru sebaiknya tidak selalu mengartikan bahwa ia 'hanya' takut jika dihadapkan dengan pembully atau lingkungan di mana ia biasa menghadapi perilaku bullying. Anak yang mengalami trauma akibat bullying, bisa juga menampilkan ketakutan saat pelaku sedang tidak di sekitarnya. Misalnya jika ada anak yang langsung menutup wajah saat ada tangan orang di sekitarnya sedang terangkat ke atas, ini patut diwaspadai sebagai sikap 'melindungi diri' karena terbiasa dipukul misalnya.

Atau, reaksinya bisa juga sebaliknya, bukan menjadi 'pasif' namun justru 'aktif' yaitu dengan mencari korban untuk dibully. Semacam tindak balas dendam lah.


Mencegah dan Mengatasi Bullying

- Orangtua adalah sosok yang paling bisa diandalkan untuk mencegah terjadinya Bullying pada anak-anak, karena mereka adalah orang yang paling dekat dengan anak-anak baik secara fisik maupun psikis. Kunci paling penting adalah amati dan kenali perilaku anak-anak sehari-hari. Jika anak terbiasa menampilkan keceriaan, sering bercerita dan aktif bergerak lalu di suatu waktu semuanya berubah dengan menjai pemurung, pendiam dan gerakannya tampak gelisah, maka ini merupakakan 'alarm' bagi orangtua untuk segera mencari tahu penyebabnya.

- Dengarkan cerita anak dengan seksama. Ada kalanya anak suka 'curhat' mengenai temannya yang nakal. Jangan terbiasa menyepelekan bahwa pertengkaran antar anak merupakan hal yang lumrah. Perhatikan, khususnya jika anak sudah menceritakan tentang teman yang nakal lebih dari satu kali. Sesekali temani atau pantau saat ia bermain. Bagaimana pola bermain ia dengan teman-temannya, termasuk anak yang menurutnya 'nakal'. 

- Adakalanya kita sebagai orangtua tak selalu bisa mendampingi anak. Maka ajarkan anak untuk bisa berkomunikasi dengan baik pada orang dewasa di sekitarnya saat Anda sedang tak bersamanya. Sampaikan pada anak bahwa jika ada yang berperilaku tak baik padanya di waktu tak ada ayah/bunda, ia bisa mengadukannya pada tetangga, guru, satpam dan lainnya. Tentu sebelumnya anak harus mengenal baik orang-orang dewasa yang tinggal di sekitarnya, agar ia bisa memiliki kepercayaan yang cukup baik pada mereka.
- Upayakan anak-anak untuk selalu berkelompok saat pergi sekolah, pulang sekolah atau bermain di sekitar rumah. Pelaku bully lebih mungkin melancarkan aksinya pada anak.


- Latih anak bersikap asertif, misalnya jika ada teman yang meledeknya, ajarkan anak untuk tidak langsung menangis atau berlari dan mengadu, namun katakan dengan tegas, "Maaf, aku nggak suka diledek/dipukul."
Paling tidaknya sikap tegas seperti ini akan lebih menciutkan nyali pelaku bullying ketimbang jika anak menangis. Namun jika pelaku malah semakin 'panas' dan membully anak lebih keras, maka disarankan untuk menjauhi dan menghindarinya di lain waktu.


- Biasakan berkomunikasi dengan anak mengenai topik ini. Katakan saja bahwa saat ini sudah banyak korban Bullying. Tentu tujuannya bukan untuk menakuti namun lebih pada mengajarinya waspada. Katakan padanya untuk tak takut melapor jika ini terjadi padanya, termasuk jika ia diancam atau diintimidasi sekalipun, tetap laporkan!


- Pertengkaran antar anak seringkali hanya masalah "sepele" seperti berebut mainan atau saling pamer. Namun jika masalah memanjang dan sudah pernah ada korban luka, maka jangan sungkan untuk melaporkannya pada guru. Jika sudah tampak trauma, maka konsultasi ke psikolog sangat dianjurkan.


PENTING untuk diingat, bahwa pelaku bullying bisa siapa saja baik itu teman< tetangga, kerabat bahkan guru sekalipun. Komunikasi yang intensif antar anak dan orangtua sangat mungkin untuk meminimalisir terjadinya bullying atau mengatasi dampak akibat bullying.


Be aware :)